Beras OPLOSAN, Pintu Masuk Menguak Tabir Kejahatan Pangan

 




Pekanbaru, Topriaunews.com 

Beberapa hari terakhir ini jagat media diramaikan oleh pemberitaan mengenai maraknya beras oplosan. Nampaknya dunia kriminalitas sudah merangsek ke berbagai sendi kehidupan, sehingga etika dan kejujuran berbisnis menjadi barang langka yang sangat sulit untuk ditemukan. Akhirnya masyarakat kembali dirugikan dan dirugikan lagi, tanpa memiliki daya kepada siapa bisa berlindung dari praktek gelap dunia pangan ? Padahal sebelumnya para petani juga sempat dirugikan oleh beredarnya pupuk oplosan. Dimanakah peran pengawasan Satgas Pangan ?


Terlebih yang dioplos adalah beras, bahan pangan utama sebagai kebutuhan dasar manusia. Sejatinya bukan hanya beras oplosan saja, temuan lain di pasar beras adalah termasuk harga jual beras yang melebihi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk mutu tertentu dan bobot beras yang kurang dari berat seperti yang tercantum dalam label kemasan. Praktek tidak sehat ini diduga telah berlangsung cukup lama dan telah menimbulkan kerugian pada konsumen hingga mencapai triliunan rupiah. 


Secara umum, di pasar beras baik di pasar tradisional maupun di pasar modern/ritel dikenal jenis beras umum seperti beras premium, medium dan sub medium dengan patokan mutu dan HET sesuai yang telah ditetapkan, kecuali  untuk jenis beras khusus seperti beras ketan, beras organik, beras merah, beras hitam, beras varietas lokal, beras indikasi geografis, beras fortifikasi, beras dengan klaim kesehatan dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri dengan harga sesuai kesepakatan karena belum ditetapkan HET-nya.


Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPANAS) RI diketahui telah menaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk semua jenis Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani menjadi 6500 rupiah/kilogram (termasuk mencabut peraturan refaksi harga GKP) dan berdasarkan pada zonasi telah ditetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras premium dan medium. Penyesuaian HPP GKP dan HET ini merupakan komitmen pemerintah yang menguntungkan dan sekaligus memberikan perlindungan pada petani, ternasuk konsumen yang dapat membeli beras dengan harga yang memadai. 


Meskipun demikian, kenaikan HPP GKP ditingkat petani (di lapangan ditemukan harga GKP lebih tinggi dari HPP) yang tidak diikuti dengan kenaikan HET beras, dirasakan oleh produsen beras akan meningkatkan Harga Pokok Produksi (HPP) pengolahan gabah menjadi beras yang hanya memberikan keuntungan yang sedikit atau bahkan sama sekali tidak memberikan keuntungan. Hal-hal itu barangkali yang menjadi latar belakang para produsen beras mensiasati dengan melakukan pengoplosan beras, pengurangan bobot beras dalam kemasan yang tidak sesuai label dan menaikan harga beras melebihi HET.


Hingga kini masih terus bergulir berita tentang beras oplosan.  Dari 212 merek dagang milik beberapa produsen beras, terindikasi telah melakukan kecurangan yang merugikan konsumen, baik yang terkait dengan ketidaksesuaian mutu (oplosan) dan bobot seperti yang tertera dalam label kemasan maupun harga yang lebih tinggi dari HET. Sesuai regulasi, setidaknya UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Pangan dan Aparat Penegak Hukum (APH), perlu mengambil tindakan tegas pada pelaku pelanggaran hukum dibidang perberasan  untuk meningkatkan efek jera dengan pemberian sanksi administratif (pencabutan izin usaha), denda dan pidana (kurungan badan).


Hal lain yang tidak kalah penting adalah pemerintah bersama multi pihak lain melakukan penguatan regulasi dan kebijakan dibidang perberasan sehingga para pihak yang terlibat dalam rantai pasok pangan (beras) seperti petani dan pelaku usaha mendapatkan keuntungan memadai serta konsumen dapat membeli beras dengan harga yang terjangkau (layak). Disinilah nilai - nilai moralitas dan kejujuran harus terus diperkuat melalui berbagai program sebagai bentuk pembumian Pancasila sebagai pedoman hidup dalam berbangsa dan bernegara.


Dengan demikian, kasus beras oplosan ini bisa menjadi pintu masuk untuk menguak semua modus operandi kejahatan sektor pangan. Investigasi mendalam perlu dilakukan guna mencegah hal yang sama terulang kembali. Juga sistem pengawasan diperkuat untuk menata kembali akhlak dalam berbisnis.


Penulis : Dede Farhan Aulawi

Post a Comment

أحدث أقدم