Jakarta, Topriaunews.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) hari ini secara resmi menyatakan bahwa permohonan praperadilan yang diajukan oleh Laksamana Muda (Purn) TNI Leonardi tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan user terminal satelit dengan slot orbit 123° BT di Kementerian Pertahanan tahun 2016 tidak dapat diterima. Hal ini disampaikan oleh hakim tunggal Abdul Affandi dalam sidang di PN Jaksel.19 Agustus 2025
Dalam putusannya, hakim menegaskan bahwa PN Jaksel tidak memiliki kewenangan absolut untuk mengadili permohonan praperadilan tersebut. Hal ini karena dugaan tindak pidana terjadi ketika Leonardi masih berstatus sebagai prajurit aktif TNI, meskipun saat ini ia telah menjadi purnawirawan. Dengan demikian, urusan hukum ini tetap berada di ranah peradilan militer.
Selain itu, hakim juga menyampaikan bahwa biaya perkara dibebankan kepada pemohon sebesar nihil, alias bebas biaya.
Proyek pengadaan yang menjadi sorotan tersebut mencakup kontrak senilai USD 34.194.300, yang kemudian berubah menjadi USD 29.900.000. Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani oleh Leonardi selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dengan CEO Navayo International AG pada 1 Juli 2016.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan user terminal untuk satelit slot orbit 123 derajat BT di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada tahun 2016.
"Tim penyidik menetapkan tiga orang tersangka berdasarkan Surat Perintah Nomor Sprin 78A/PM/PMpd.1/05/2025 tanggal 05 Mei 2025," ujar Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Brigadir Jenderal Andi Suci dalam konferensi pers, Rabu malam, 7 Mei 2025.
Ketiga tersangka mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP. Subsidiair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Dengan demikian, perkara ini tetap akan dilanjutkan dan diperiksa melalui mekanisme peradilan militer, sesuai koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
Posting Komentar