Mataram, Topriaunews.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram (BEM UMMAT) kembali menyuarakan keresahan rakyat melalui Mimbar Bebas yang digelar di Bundaran BI, Sabtu 23 Agustus 2025. Aksi ini menegaskan sikap kritis mahasiswa terhadap ketidak adilan kebijakan pemerintah, khususnya di bidang pendidikan, politik, ekonomi, dan hukum.
Presiden Mahasiswa UMMAT, Supriadin, dalam orasinya menyampaikan tajam nasib guru dan dosen non-ASN yang hingga kini masih jauh dari kata sejahtera. Menurutnya Guru dan dosen adalah pilar pendidikan bangsa. Namun pemerintah memperlakukan mereka seperti pekerja kelas dua, digaji rendah, tanpa kepastian status, dan minim perlindungan.
"Jika kesejahteraan guru dan dosen non-ASN terus diabaikan, maka jangan harap kualitas pendidikan bangsa bisa maju dan generasi emas 2045,"tegasnya.
Lebih jauh, Presiden Mahasiswa menuding pemerintah inkonsisten dan hanya berpihak pada elit partai borjuasi. Ironisnya, ketika guru dan dosen berjuang hidup dengan gaji minim, DPR justru sibuk menaikkan gajinya sendiri.
"Kenaikan gaji DPR RI adalah bentuk ketidakpekaan yang menyakiti hati rakyat. Bagaimana mungkin wakil rakyat tega menambah kenyamanan dirinya sementara rakyat menjerit? DPR kini lebih layak disebut wakil elit busuk, bukan wakil rakyat,"sentil supriadin.
Sorotan tajam juga ditujukan pada kasus dugaan penyalahgunaan dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB. Presiden Mahasiswa, mendesak Kejaksaan Tinggi NTB untuk segera memanggil dan memeriksa Gubernur NTB terkait aliran dana tersebut.
"Dana Pokir seharusnya untuk kepentingan rakyat, Jika gubernur terlibat, maka hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,"ungkapnya.
Selain itu, Supriadin juga mendesak pemerintah pusat dan DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Menurut mereka, tanpa aturan ini, upaya pemberantasan korupsi hanya akan menjadi slogan. "Koruptor semakin kaya, rakyat semakin miskin. Sahkan RUU Perampasan Aset sekarang juga, Jika ditunda, itu bukti DPR dan pemerintah masih melindungi para koruptor,"bebernya.
Dalam pernyataan akhirnya, Presiden Mahasiswa UMMAT menegaskan, "Kami berdiri di sini bukan untuk kepentingan kelompok, tetapi untuk rakyat. Kami akan terus melawan & kawal kebijakan yang tidak adil, dan terus memperjuangkan kesejahteraan guru dan dosen, menolak keserakahan DPR, mendesak penegakan hukum atas dana Pokir, dan menuntut keseriusan pemberantasan korupsi dengan pengesahan RUU Perampasan Aset,"pungkasnya.
Sementara itu, bintang selaku Menteri Hukum, Ham dan advokasi BEM Ummat juga tidak luput menyoroti beberapa isu yang sedang nyata dirasakan oleh rakyat terkhususnya rakyat NTB, dia menilai bagaimana kelangkaan gas Elpiji 3kg yang menjadi kebutuhan dasar rakyat ini berawal dari survey lapangan bagaimana regulasi baru dalam mendistribusikan gas harus melewati beberapa tahap yang harus ditempuh.
"Saking reportnya apakah rakyat disuruh kembali memenuhi kebutuhan dasarnya seperti orang primitif dulu? Badan eksekutif mahasiswa Ummat menyampaikan secara serius terhadap pemerintah NTB segara menangani terkait persoalan ini,"terangnya.
Ia juga menyorot RUU KUHAP yang hari kemarin dibahas dalam parlemen tidak sama sekali mencerminkan bagaimana seharusnya DPR RI menjadikan UU pembetukan perundang undangan yang ada sebagai dasar mekanisme RUU KUHAP ini dirancang, dinilai beberapa muatan pasal yang ada di draf sementara sudah jelas memberikan ruang bebas kepada aparat kepolisian khususnya "penyidik" terhadap kepentingan keamanan negara terhadap tindak pidana yang dilakukan akan ada penangkapan serta penahan paksa yang dilakukan oleh penyidik aparat kepolisian.
Sehingga menurutnya, sudah secara jelas RUU KUHAP yang dirancang ini secara kajian yuridisnya berpotensi menjadi rudal penghancur bagi hak dasar masyarakat seperti terjadinya anarkis disaat rakyat menjalankan hak kebebasan Berekspresi dimuka umum, sialnya lagi pemerintah membungkam kebebasan berekspresi dimuka umum lewat perancangan RUU KUHAP yang dibahas menurutnya terlalu terburu-buru.
"Jika kita merefleksikan sejarah bagaimana tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh rezim Soeharto dulu yang tidak hanya ordinary crime tetapi sudah menjadi extra ordinary crime kala itu,"jelasnya.
Dia menambahkan, dalam beberapa isu ini dilihat menggunakan kecamata hukum tentu dalil kuat bagaimana pemerintah serta tata cara menjalankan sistem kenegaraan tentu mengacu pada UUD 1945 atau konstitusi dalam pasal 1 ayat 2 bahwa "kedaulatan ada ditangan rakyat", pasal 1 ayat 3 "negara Indonesia adalah negara hukum", juga di pasal 28 A sampai J tentang HAM bahwa negara menjamin, melindungi dan menghormati, kepentingan rakyat sebagai pilar pembangunan jelas segala kepentingannya harus di akomodasi serta dipenuhi.
Namun, disampaikan, alih-alih mendapatkan perhatian lebih menurut amanat UUD 1945 tetapi pemerintah malah menjadi penjajah yang rakus dinegara sendiri (oligarki) alasannya tidak lain karna gaya hidup yang konsumtif, sehingga pelanggan amanat ini jelas bukan hanya ordinary crime melainkan menjadi extra ordinary crime.
"State mandating atau Mandatory Spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang dan wajib dilaksanakan oleh pemerintah, Tujuannya adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi serta menjamin pelayanan dasar publik. Contohnya adalah alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan anggaran kesehatan minimal 10% sesuai amanat undang-undang,"pungkasnya.
Aksi mimbar bebas ini ditutup dengan komitmen BEM UMMAT untuk terus menjadi garda terdepan dalam mengawal suara rakyat yang tertindas. (RED).
إرسال تعليق