PEKANBARU, Topriaunews.com (Penkum KT Riau) Setelah tujuh tahun buron, Nursahir, terpidana kasus korupsi pengadaan dua unit kapal motor (KM) 5 GT untuk program perikanan di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), akhirnya berhasil ditangkap. Dia ditangkap di rumahnya di Jalan Suka Mulya, Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Kamis (31/7).
Dia ditangkap dilakukan oleh tim Tangkapan Buron (Tabur) Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan Kejaksaan Agung bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhil. Usai ditangkap dia langsung dibawa ke kantor Kejati Riau.
Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Riau, Sapta Putra, menyebutkan bahwa Nursahir telah menjadi buronan sejak putusan kasasi Mahkamah Agung pada tahun 2018.
"Alhamdulillah hari ini kami berhasil melakukan penangkapan (terhadap Nursahir) dan nanti akan diserahkan atau dieksekusi ke Lapas (Lembaga Pemasyarakatan,red) Kelas II A Pekanbaru," kata Sapta didampingi Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Zikrullah dan Kasi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Inhil, Frengki Hutasoit.
Nursahir diketahui tersandung kasus korupsi dalam kegiatan pengembangan dan peningkatan produksi perikanan tahun anggaran 2012 di Inhil. Proyek tersebut berupa pengadaan dua unit kapal motor berkapasitas 5 GT lengkap dengan 30 unit jaring ikan (gill net), yang diperuntukkan bagi Desa Panglima Raja dan Desa Concong Luar, dengan nilai kontrak sebesar Rp120 juta.
"Perkara ini telah disidangkan sejak tahun 2015 lalu. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," jelas Sapta.
Pada persidangan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Nursahir divonis satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair satu bulan kurungan. Tidak puas dengan putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding.
"JPU menuntut dengan pidana penjara selama 5 tahun denda sebesar Rp200 juta subsidair 2 bulan," kata mantan Kajari Kampar itu.
Ternyata, putusan banding di Pengadilan Tinggi Riau menguatkan putusan sebelumnya. Kasasi kemudian diajukan ke Mahkamah Agung, yang akhirnya memvonis Nursahir dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan.
Zikrullah mengungkapkan bahwa Nursahir sempat dibebaskan setelah menjalani masa tahanan satu tahun sebelum kasasi diputus.
"Proses penahanan satu tahun (selesai) sehingga terpidana dikeluarkan, sehingga tidak ada alasan untuk ditahan. Dia dibebaskan sambil menunggu upaya hukum (kasasi) dari JPU," ujar Zikrullah.
Selama pelariannya, Nursahir diketahui sering berpindah-pindah tempat di wilayah Riau dengan dalih mencari pekerjaan, hingga akhirnya jejaknya terendus dan ia berhasil diamankan.
Kini, Nursahir akan menjalani eksekusi hukuman sesuai putusan Mahkamah Agung di Lapas Kelas IIA Pekanbaru.
"Tak ada tempat yang aman bagi buronan," tegas Zikrullah.
إرسال تعليق