Pekanbaru, Topriaunews.com - Dalam dunia usaha yang didominasi laki-laki, nama Erna Sagala mencuat sebagai salah satu pengusaha perempuan tangguh di Kota Pekanbaru yang memilih jalur penuh tantangan: pengangkutan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Di balik sorotan tajam masyarakat terhadap isu lingkungan, Erna justru melihat peluang untuk berbuat lebih—mengelola risiko demi menyelamatkan masa depan.
Perjalanan Erna tidaklah mudah. Ia memulai usahanya dari nol, dengan pemahaman minim soal limbah medis. Berbekal tekad, keberanian, dan rasa peduli terhadap lingkungan, ia mengikuti berbagai pelatihan, menggandeng ahli lingkungan, hingga mengurus izin-izin yang rumit. “Banyak yang meremehkan. Katanya ini bukan dunia perempuan. Tapi saya percaya, justru perempuan bisa memberi sentuhan etika dan kepedulian dalam bisnis yang sangat teknis ini,” ujar Erna.
Perusahaan yang ia rintis kini menjadi salah satu mitra rumah sakit dan klinik di Pekanbaru dalam hal pengangkutan limbah medis B3. Ia memastikan bahwa seluruh armada yang dimilikinya mengikuti standar Kementerian Lingkungan Hidup: dari kendaraan berizin, sopir bersertifikasi, hingga prosedur penyimpanan yang aman. Bukan hanya mengejar keuntungan, tetapi juga menjaga keselamatan lingkungan dan masyarakat.
Erna juga aktif mengedukasi faskes dan petugas medis tentang pentingnya pemilahan dan pengelolaan limbah. “Saya ingin perusahaan ini bukan cuma mengangkut limbah, tapi juga menjadi bagian dari perubahan pola pikir masyarakat soal tanggung jawab lingkungan,” tuturnya.
Namun di balik kesuksesan itu, Erna sempat jatuh bangun menghadapi tekanan birokrasi, mahalnya biaya operasional, hingga diskriminasi gender. Bahkan ada masa ketika perusahaannya hampir tutup karena keterlambatan pembayaran dari mitra pemerintah. “Saya sempat hampir menyerah. Tapi saya ingat, ini bukan cuma soal bisnis, ini soal warisan lingkungan untuk anak cucu,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Kini, Erna Sagala menjadi simbol semangat baru bagi perempuan-perempuan Riau yang ingin berani terjun ke sektor yang dianggap “keras”. Ia membuktikan bahwa perempuan bukan hanya bisa hadir di ruang rapat, tetapi juga di jalanan, mengemudi perubahan—satu drum limbah pada satu waktu.
“Kita mungkin tak bisa menyapu bersih semua limbah dunia, tapi kita bisa mulai dari satu titik, dari satu keputusan berani untuk tidak diam,” tutupnya dengan senyum penuh keyakinan.
Penulis: Mulyadi
Posting Komentar