Keteladanan Integritas dan Karakter Seorang Kwik Kian Gie

 




Riau , Topriaunews.com 

Indonesia baru saja kehilangan salah satu putra terbaiknya. Sepanjang perjalanan pengabdiannya ada beberapa hal yang bisa diteladani guna mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045. Dia adalah Kwik Kian Gie.


Saya tidak mengenal beliau secara pribadi, bahkan belum pernah ketemu sekalipun. Namun sering menyimak banyak tulisannya, dan mendengarkan berbagai pendapatnya di berbagai platform media.


Jika banyak orang memuja kekuasaan, Kwik Kian Gie justru lebih percaya pada kekuatan kejujuran dan logika nurani. Di tengah pusaran reformasi, ketika banyak elite politik saling berebut panggung, Kwik tampil sebagai sosok yang langka—tegas tanpa menjadi kasar, kritis tanpa menjadi sumbu pendek, dan nasionalis tanpa harus memonopoli kata ‘cinta tanah air’.


"Di saat negeri ini kehilangan banyak akal sehat, kita baru menyadari bahwa suara hati seperti Kwik Kian Gie tak datang dua kali..... "


*Spiritualitas: Jalan Sunyi Seorang Teknopolit*


Kwik bukan ustazd, bukan romo, bukan biksu. Tapi siapa pun yang pernah menyimak pidatonya tahu: kata-katanya berakar dari nurani yang jujur. Ia jarang  bicara tentang agama, tetapi setiap sikapnya menyiratkan kedalaman spiritual yang menghindari riya.


Dalam berbagai kesempatan, ia menyatakan bahwa ia tidak pernah anti terhadap umat Islam. Justru sebaliknya—ia sangat hormat pada ajaran Islam tentang keadilan sosial, zakat, dan tanggung jawab terhadap kaum lemah. Ia mengakui bahwa dirinya terinspirasi dari nilai-nilai etika dalam Islam.


*Ideologi: Sosialis Moral yang Anti Nepotisme*


Dalam dunia politik yang kerap korup dan transaksional, Kwik tampil berbeda. Ia percaya bahwa negara harus hadir untuk rakyat kecil. Ia menolak paham liberalisme ekonomi yang membiarkan rakyat tercekik atas nama “pasar bebas.”


Sebagai Menteri Koordinator Ekonomi dan pendiri Ekonomi Kerakyatan di UI, ia meyakini bahwa ekonomi tidak boleh hanya dikuasai oleh segelintir elite—baik asing maupun dalam negeri. Kwik adalah nasionalis ekonomi yang gigih menolak intervensi IMF secara membabi buta.


Dalam sidang kabinet dan berbagai pertemuan internasional, ia tak segan berdebat dengan petinggi dunia jika kepentingan rakyat Indonesia dirugikan.


Ketika banyak orang diam, Kwik bersuara.


Ketika banyak intelektual memilih kompromi, Kwik memilih untuk mengundurkan diri dari kekuasaan.


Bagi Kwik, *"keberanian berhenti lebih terhormat daripada menyesal telah ikut merusak."*


Ia pernah secara terbuka mengkritik Presiden yang mengabaikan data, mencemooh pejabat yang lebih sibuk pencitraan ketimbang berpikir. Tapi dalam semua kritiknya, tak pernah ada kebencian. Hanya kejujuran dan kegelisahan seorang warga negara.


*Warisan Moral: Bukan Tentang Kekuasaan, Tapi Keteladanan*


Kwik tidak sempurna, dan ia pun tak pernah mengklaim demikian. Tapi yang membedakannya dari banyak politisi adalah ini: *Kwik tahu kapan harus bicara, kapan harus mundur, dan kapan harus membela kebenaran meski sendirian.*


Spiritualitasnya bukan di rumah ibadah, tapi di ruang pengambilan keputusan yang sunyi dari kamera, di mana *integritas diuji bukan oleh sorotan publik, melainkan oleh suara hati sendiri.*


Dan mungkin, di zaman yang penuh gemuruh propaganda ini, kita memang rindu pada orang seperti Kwik Kian Gie—yang *diamnya berbobot, dan bicaranya bernas.*


Integritas yang menjadi barang langka saat ini, Kwik Kian Gie telah memberi contoh yang baik sebagai warga negara.


Penulis : Dede Farhan Aulawi

Editor.   : Dhan

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama