Mataram.Topriaunews.com Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Nusa Tenggara Barat (DPD GMNI NTB), Al Mukmin Betika menyesalkan langkah Polres Kabupaten Bima menetapkan 6 mahasiswa sebagai tersangka usai aksi blokade jalan pada 28 Mei 2025, menuntut pemerintah untuk mempercepat pembahasan pembentukan daerah otonomi baru pemekaran provinsi pulau sumbawa (DOP PPS).
Menurut Bung Al sapaan akrabnya, proses hukum terhadap 6 Aktivis Cipayung Plus Bima dinilai gagal paham terhadap makna penyampaian pendapat di muka umum.
Ia menegaskan bahwa demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, serta Pasal 28 UUD 1945.
"Penahanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap 6 aktivis Cipayung Plus Bima telah mendeskritkan kebebasan berpendapat dan ruang ekspresi gerakan Rakyat,"ungkapnya di Mataram, Sabtu 31 Mei 2025.
Pasca insiden tersebut, enam aktivis dari kelompok Cipayung Plus Bima ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berasal dari tiga organisasi, yakni dua orang dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), tiga dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan satu dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Bung Al menilai, penahanan dan Penetapan tersangka terhadap 6 Aktivis Cipayung Plus Bima bukalah sebuah solusi yang perlu ambil oleh kapolres Bima.
"Langkah itu sangatlah keliru. Selain akan memicu instabilitas berkelanjutan di NTB juga telah melenceng dari perintah Undang-undang serta mencederai semangat perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia,"terangnya. (RED).
إرسال تعليق