Dinilai Membuat Putusan yang Menindas Petani, Mahkamah Agung Diminta Copot Ketua PN Bangkinang

 



PEKANBARU, Topriaunews com- Putusan Majelis  Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang yang membebankan pembayaran kredit macet senilai Rp 140 miliar kepada petani sawit yangctergabubg dalam KOPPSA menjadi viral dan menghebohkan. 


Wakil Direktur, Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR), Rolan Aritonang pun, angkat bicara: Meminta Mahkamah Agung (MA) segera mencopot Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, Soni Nugraha.


"Berbahaya sekali, lembaga peradilan dipimpin hakim seperti Soni Nugraha. Cukup lah dalam perkara ini masyarakat kecil jadi korban," kata Rolan kepada wartawan, di Pekanbaru, Selasa (10/6).


Terlebih lagi, katanya Majelis Hakim yang Diketuai, Soni Nugraha itu, memberi kemenangan mutlak kepada PTPN IV selaku penggugat dengan meletakkan sita eksekusi terhadap kebun petani. 


"Putusan ini bukan saja berpihak. Tapi, sudah sangat menindas buat petani selaku tergugat. Putusan yang sangat sadis!" tegas Rolan.


Rolan menilai Keberpihakan Soni terhadap PTPN IV sangat kentara selama proses persidangan dan waktu kunjungan ke kebun sawit sebagai objek sengketa.


Soni Nugraha, kata Rolan terlihat berpihak dan tidak tidak netral selama proses pesidangan. Keberpihakan Soni terhadap PTPN IV, lanjutnya sudah  sejak kunjungan ke objek sengketa yaitu kebun kelapa sawit seluas 1.650 hektare itu. 


Soni jelas Rolan, juga tidak bersedia menerima bukti dari kuasa hukum Koppsa M berupa foto areal kebun yang diambil melalui drone. Soni selalu  ngotot untuk melihat areal kebun menggunakan honda trail di sepanjang jalan saja. 


Bayangkan, Ketika melakukan pengecekan terhadap lokasi kebun sebagai objek sengketa, jelas Rolan, Soni bersikeras untuk menaiki honda trail miliknya untuk melihat kondisi kebun. 


Sebab kondisi sebagian jalan masih tergenang akibat banjir. Dengan mengendarai honda trail mewah miliknya, Soni berkeliling kebun untuk melihat kondisi kebun. 


Karuan saja, kondisi objektif kebun tidak dapat terlihat karena pemantauan hanya dilakukan disekitar jalan semata. 


“Kondisi kebun dipinggir jalan memang terlihat bagus, tetapi sepuluh meter dari pinggir jalan kondisikebun  dalam keadaan rusak dan tidak terurus,” ujar Rolan.


Keberpihakan Soni, jelas Rolan,  juga terlihat nyata selama proses persidangan berlangsung. Soni seakan-akan memposisikan diri sebagai pengacara dari penggugat dan sering memotong penjelasan saksi yang dihadirkan oleh kuasa hukum Koppsa M.   


Akibat sikap Soni, saksi ahli yang dihadirkan kuasa hukum Koppsa M menjadi hilang konsentrasi dan merasa tertekan. 


“Soni sempat menhardik saksi ahli yang dihadirkan Koppsa M, DR. Asharuddin M Amin yang mengatakan kalau saksi  tidak sopan dan kurang etis dalam cara duduknya. Statemen itu sangat tidak elok  dan terkesan mendiskreditkan saksi ahli,” ujar Rolan.


Selain itu, kata Rolan, Soni terkesan bersikap arogan dan menghardik Ketua Koppsa M Nusirwan dalam persidangan. 


Kontan saja, sikap tidak terpuji yang ditunjukkan Soni, katanya membuat publik gempar. Bahkan Pengadilan Tinggi Riau sampai menurunkan hakim pengawas untuk mengawasi jalannya persidangan. 


“Pengadilan Tinggi Riau sampai menurunkan hakim pengawas untuk memantau persidangan gugatan PTPN IV terhadap Koppsa M. Tindakan Soni sungguh membuat nama lembaga peradilan tercoreng,” ujar Rolan.


Melihat jalannya pesidangan, lanjut Rolan, patut diduga telah terjadi persengkokolan dalam proses persidangan untuk memenangkan salah satu pihak yang berperkara.  


Syah saja, keputusan hakim PN Bangkinang yang memenangkan PTPN IV sudah terlihat dari awal persidangan berlangsung. 


“Sidang peradilan yang tidak netral pasti akan menghasilkan keputusan yang tidak adil.  Keputusan itu akan melukai rasa keadilan masyarakat yang menginginkan lembaga peradilan yang kredibel," ujarnya.


Sikap Soni Nugraha sebagai Ketua PN Bangkinang, kata Rolan, telah menyebabkan masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap lembaga peradilan. 


Bahkan, Soni Nugraha pernah diperiksa oleh Pengadilan Tinggi, Riau terkait dugaan gratifikasi Rp 300 juta. Gratifikasi itu berkaitan dengan sengketa kebun.


"Soni pernah diperiksa PT Riau terkait kasus dugaan grativikasi Rp 300 juta. Meskipun dalam pemeriksaan itu Soni membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya,” kata Rolan.


Rolan meminta agar lembaga peradilan bersikap lebih tegas terhadap para hakim bermasalah. Sebab, Ketua MA  Prof. Sunarto beberapa waktu silam telah mengecam perilaku para hakim yang hidup mewah dan bergaya hidup hedonis. 


Sebab, gaya hidup hedonis dan mewah katanya akan menimbulkan kecurigaan dan kritik dari masyarakat. Penegak hukum dengan gaji terbatas bisa bergaya hidup mewah akan menimbulkan dugaan mereka mendapatkan harta dengan cara yang salah.


“LAKR mendesak MA segara mencopot Soni Nugaraha dari jabatannya sebagai Ketua PN Bangkiang. Bumi  Lancang Kuning membutuhkan hakim yang jujur, adil dan berpihak kepada kebenaran. Dan tidak butuh hakim yang korup dan suka memperdagangkan perkara,” tegas Rolan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama