Kajati Maluku Mengikuti Arahan Jaksa Agung ST Burhanudin Dalam Seminar Nasional Bersama fakultas Hukum universitas Diponegoro




MALUKU – Ambon, Topriaunews.com Menindaklanjuti arahan Jaksa Agung Republik Indonesia ST. Burhanudin melalui Surat Asisten Khusus Jaksa Agung Syarief Sulaiman, S.H.,M.H, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Agoes Soenanto Prasetyo, S.H.,M.H bersama jajaran Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri se-Wilayah Maluku, secara Virtual mengikuti Seminar Nasional bersama Univeritas Diponegoro, melalui sarana Zoom Meeting diruang Vicon Kejaksaan Tinggi Maluku, pada hari ini Kamis (24/07/2025).


Acara Seminar Nasional dengan tema “Menyongsong Pembaharuan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melalui Penguatan Peran Kejaksaan dalam Mewujudkan Integritas Sistem Peradilan Pidana Indonesia”, diikuti oleh Jaksa Agung ST. Burhanudin, JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Dr. Hendro Dewanto dan sejumlah Pejabat Utama lingkup Kejaksaan Agung Republik Indonesia.


Selain itu, turut dihadiri juga oleh Rektor Universitas Diponegoro Prof. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si, Ketua Komisi Kejaksaan RI sekaligus Guru Besar Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H, Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Ibu Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum, Ketua Pusat Kajian Kejaksaan dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Bapak Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum, Ketua Dewan Pembina Pusat Kajian Politik dan Keamanan Indonesia (Puspolkam), Bapak Firman Jaya Daeli.


Sebagai Keynote Speech, Jaksa Agung ST. Burhanudin menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada Fakultas Hukum dan Pusat Kajian Kejaksaan Universitas Diponegoro, serta Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah atas terselenggaranya Seminar Nasional ini. 


“Saya memandang kegiatan ini merupakan bentuk keseriusan dan kepedulian kita semua dalam menyongsong pemberlakuan Rancangan Undang-Undang KUHAP (RUU KUHAP) yang saat ini sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR” Ungkap Jaksa Agung.


Forum ini, menurut Jaksa Agung, adalah wujud nyata kolaborasi dan sinergi antara praktisi dan akademisi dalam mengawal reformasi hukum guna membangun sistem peradilan pidana yang humanis, modern, adaptif, dan berbasis riset, yang sejalan dengan semangat Universitas Diponegoro sebagai universitas riset yang excellent.


Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan, Satjipto Rahardjo yang mengkritik hukum acara pidana yang ada saat ini berubah menjadi “dark engineering” bukan menjadi alat pembaruan masyarakat. Jika dibiarkan, hal ini akan menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap fungsi hukum, sehingga revisi KUHAP tidak hanya penting untuk menyesuaikan dengan KUHP baru, tetapi juga untuk merespons dinamika sosial dan tantangan hukum kontemporer.


“Tanpa pembaruan, hukum acara pidana justru berisiko menjadi penghambat penegakan keadilan. Oleh Karena itu, ketika muncul masalah dalam hukum acara pidana, sistem hukumnyalah yang harus diperbaiki, bukan masyarakat yang harus dipaksa untuk menyesuaikan” Ujarnya.


Berbagai persoalan klasik seperti ketidakpastian dalam penyidikan, lemahnya perlindungan bagi saksi dan korban, serta masih dominannya pendekatan represif harus diperbaiki dengan pendekatan yang lebih progresif dan berorientasi pada prinsip HAM, utamanya prinsip due process of law dan fair trial.


Oleh karena itu, Jaksa Agung meminta dalam kesempatan ini, publik khususnya akademisi dari berbagai Universitas perlu mengawal proses ini agar RUU KUHAP dapat menyempurnakan sistem peradilan pidana yang ada, dengan memastikan proses legislasi pembaruan KUHAP harus mencerminkan prinsip negara hukum yang demokratis dengan cara membuka ruang partisipasi masyarakat. Aspirasi publik harus diserap secara adil dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat sipil, akademisi, hingga kelompok masyarakat rentan (vulnerable people).


Partisipasi yang memegang peranan penting dalam pembentukan undang-undang, setidaknya harus memenuhi beberapa indikator, yaitu Hak masyarakat untuk didengar dan dipertimbangkan pendapatnya serta Hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau tanggapan atas pendapat yang diberikan.


Bukan hanya itu, dalam kerangka perlindungan HAM yang mencakup aspek administrasi peradilan, Jaksa Agung mengatakan terdapat beberapa prinsip fundamental yang harus dipenuhi, yakni: (1) peradilan yang adil (fair trial), (2) kemandirian lembaga peradilan (independent judiciary), dan (3) mekanisme pemulihan yang efektif (effective remedies), yang sebenarnya telah terakomodasi dalam KUHAP yang berlaku saat ini.


“Bentuk pengakuan Negara terhadap Hak Asasi Manusia ini jangan sampai didegradasi atau malah dihilangkan. Justru hal ini harus diperkuat dalam rangka penerapan supremasi hukum acara yang berbasis due process of law” Pinta Jaksa Agung


Dirinya menyebut, salah satu aspek krusial dalam reformasi hukum acara pidana di Indonesia adalah penegasan dan penguatan peran strategis Kejaksaan Republik Indonesia dalam sistem peradilan pidana. Konsep ini mendapatkan legitimasi hukum melalui Penjelasan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Nasional), yang secara eksplisit memperluas makna “Penuntutan” hingga mencakup keseluruhan proses peradilan pidana, mulai dari tahap penyidikan paling awal.


“Selain sebagai penentu atas kelayakan suatu perkara lanjut ke Pengadilan, Kejaksaan juga menjadi penjamin utama tegaknya prinsip - prinsip Keadilan, Kepastian Hukum, dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam setiap proses peradilan pidana” Tegasnya.


Meski demikian, isu krusial seperti tumpang tindih kewenangan, mekanisme koordinasi, dan akuntabilitas penuntutan memerlukan pengaturan lebih rinci dalam pembaruan hukum acara pidana, maka secara ideal RUU KUHAP yang sedang dalam tahap legislasi ini secara substantif mengatur beberapa hal, yaitu :

1. Mekanisme Koordinasi Penyidik dan Penuntut Umum untuk meminimalisir bolak baliknya perkara;

2. Penundaan penuntutan dalam perkara tindak pidana korporasi;

3. Pengakuan bersalah / Plea Bargain untuk tindak pidana tertentu;

4. Keadilan Restoratif;

5. Batasan kewenangan Penuntut Umum untuk memanggil Saksi dan ahli yang diajukan Advokat di persidangan;

6. Upaya hukum Kasasi terhadap Putusan Bebas.


Sebelum mengakhiri sambutannya, Jaksa Agung mengajak seluruh peserta, baik dari akademisi, praktisi, serta adik-adik mahasiswa untuk memberikan masukan yang kritis dan konstruktif sehingga dapat memberikan rekomendasi kebijakan (policy brief) yang akan memberikan kontribusi berharga bagi eksekutif maupun legislatif dalam proses penyempurnaan RUU KUHAP.


Diketahui, dalam seminar tersebut, akan diisi oleh Narasumber dari Kejaksaan RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana (JAM-Pidum), Guru Besar Universitas Sebelas Maret Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.Hum (Ketua Komisi Kejaksaan RI),  Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Dr. Irma Cahyaningtyas, S.H, M.H, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dr. Febby M. Nelson, S.H., M.H, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati, S.H., LL.M serta Moderator Ibu Fiona Yosefina Theo Soza Hutapea.


Turut mendampingi Kajati Maluku yakni Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Sigit Prabowo, S.H.,M.H, Asisten Pidana Militer Kolonel Chk. Satar M. Hutabarat, S.H.,M.H, Asisten Pengawasan Rio Rizal, S.H.,M.H, Para Kepala Kejaksaan Negeri se-Maluku dan Koordinator I Bagus Putra Gede Agung, S.H.,M.H serta Kasi Penkum Ardy, S.H.,M.H dan Para Kepala Cabang Kejaksaan Negeri se-Maluku.


Demikian. 


Ambon,  24  Juli  2025

*Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku*



*ARDY, S.H.,M.H*

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama